Oleh: Dr. Wido Supraha, M.Si.

Pendidikan adalah proses meneteskan ‘sesuatu’ ke dalam jiwa manusia, demikian Syed Muhammad Naquib al-Attas menyarikan dari pandangan para ulama seperti Al-Ghazzali dan selainnya. Diksi ‘sesuatu’ (something) yang dimaksud tentulah ilmu, sementara sebagaimana kita telah ketahui bersama bahwa ilmu yang pertama kali ditanamkan ke dalam jiwa manusia adalah aqidah atau tauhid atau iman kepada Allah SWT, sebagaimana firman-Nya dalam surat Muhammad [47] ayat 19:

فَاعْلَمْ اَنَّهٗ لَآ اِلٰهَ اِلَّا اللّٰهُ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْۢبِكَ وَلِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنٰتِۚ وَاللّٰهُ يَعْلَمُ مُتَقَلَّبَكُمْ وَمَثْوٰىكُمْࣖ

Maka ketahuilah, bahwa tidak ada tuhan (yang patut disembah) selain Allah dan mohonlah ampunan atas dosamu dan atas (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan. Dan Allah mengetahui tempat usaha dan tempat tinggalmu.

Jundub bin ‘Abdillah r.a. pernah membagi masa kecilnya saat masih kanak-kanak mendekati baligh tentang apa yang mereka pelajari dari para sahabat senior di masanya. Kata beliau sebagaimana riwayat Ibn Majah No. 61:

عَنْ جُنْدُبِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ كُنَّا مَعَ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- وَنَحْنُ فِتْيَانٌ حَزَاوِرَةٌ فَتَعَلَّمْنَا الإِيمَانَ قَبْلَ أَنْ نَتَعَلَّمَ الْقُرْآنَ ثُمَّ تَعَلَّمْنَا الْقُرْآنَ فَازْدَدْنَا بِهِ إِيمَانًا 

Dari Jundub bin ‘Abdillah, ia berkata, kami dahulu bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, kami masih anak-anak yang mendekati baligh. Kami mempelajari iman sebelum mempelajari Al-Qur’an. Lalu setelah itu kami mempelajari Al-Qur’an hingga bertambahlah iman kami pada Al-Qur’an.

Tentu menjadi menarik mengapa Iman harus didahulukan daripada Al-Qur’an. Hal ini karena Al-Qur’an sebagai sumber dari segala sumber ilmu adalah kalamullah, sesuatu yang mulia yang datang dari Allah Yang Maha Tinggi, tidak tertarik mengejar kedalaman maknanya kecuali bagi mereka yang telah mengenali Allah dan ingin meraih cinta-Nya. Mereka yang telah beriman dalam pengertian percaya, yakin dan aman jiwanya dengan berbagai konsep dasar dan prinsip dari Allah, akan bergerak dengan mudah untuk mengekspresikan cintanya kepada Allah SWT.

Iman yang mendalam akan menjadi pembimbing jiwa (kalbu) dalam memahami kandungan Al-Qur’an. Iman akan selalu mendorong keingintahuan sekaligus meningkatkan penerimaan pada kandungan Al-Qur’an yang belum dimengerti atau masih belum dapat dipahami secara utuh, sebagaimana prinsipnya dalam surat Ali ‘Imran [3] ayat 191: ‘tidak mungkin engkau menciptakan segala sesuatu dengan sia-sia’.

رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هٰذَا بَاطِلًاۚ

Penanaman nilai-nilai iman melalui ta’aqqul, tafakkur, tadzakkur, dan tadabbur pada alam semesta, dan pada ayat-ayat Makkiyah adalah satu sarana awal dan utama dalam prosesnya. Penanaman iman ini pun dilanjutkan dengan internalisasi keimanan pada seluruh tema pembelajaran yang diadabkan di dalam majelis (kelas). Dengan demikian, orientasi pengokohan iman ini menjadi langkah awal dalam membuat murid menjadi cinta dan bahagia bersama Al-Qur’an.

Dalam konteks ini, seorang Luqman mengawali narasi pendidikannya kepada anaknya dengan menanamkan kecintaan kepada Allah SWT dan mengingatkan betapa besarnya dosa berlaku syirik kepadanya. Berikut ini adalah beberapa nasihat penting seorang ayah bernama Luqman kepada anak-anaknya yang sangat ia cintai. Bukti cinta seorang Ayah bukanlah dengan sekedar menghabiskan waktu mencari nafkah, namun juga menyempatkan untuk meninggalkan adab baik kepada keluarganya, sebagaimana pesan Rasulullah SAW dalam riwayat al-Hakim no. 7679:

مَا نَحَلَ وَالِدٌ وَلَدَهُ أَفْضَلَ مِنْ أَدَبٍ حَسَنٍ

Tiada suatu pemberian yang lebih utama dari orang tua kepada anaknya selain pendidikan yang baik.

Bersambung.

instagram.com/daarululuum1911
daarul-uluum.sch.id