Oleh: Dr. Wido Supraha, M.Si.
Ramadhan adalah bulan yang penuh keberkahan. Di antara keberkahan itu adalah bertambahnya ketakwaan orang-orang beriman. Bertambahnya ketakwaan tentu mendorong lahirnya amal-amal besar dan mulia yang lebih banyak dan variatif. Oleh karenanya, ibadah puasa Ramadhan adalah satu bentuk amalan yang bertujuan melahirkan generasi bertakwa, sebagai prasyarat generasi beradab, sebagaimana Surat Al-Baqarah [2] ayat 183:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ
Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.
Begitu berharganya Ramadhan, sehingga orang-orang shalih sejak dahulu begitu berbahagia menyambut Ramadhan, sejak beberapa bulan sebelumnya. Persiapan itu mencakup persiapan ruh, ilmu, harta dan jasad.

Ramadhan adalah momentum yang paling tepat untuk penguatan adab sekaligus refleksi pendidikan adab yang telah dilakukan selama ini. Tidak akan lahir peradaban yang dicita-citakan jika tidak didesain generasi bertakwa dan beradab yang mayoritas secara kuantitas dan bekerja cerdas secara kualitas yang mengundang turunnya keberkahan tambahan dari Allah SWT sebagaimana Surat Al-A’raf [7] ayat 96:
وَلَوْ اَنَّ اَهْلَ الْقُرٰٓى اٰمَنُوْا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكٰتٍ مِّنَ السَّمَاۤءِ وَالْاَرْضِ وَلٰكِنْ كَذَّبُوْا فَاَخَذْنٰهُمْ بِمَا كَانُوْا يَكْسِبُوْنَ
Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan.
Dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), jika generasi beradab menjadi mayoritas secara kuantitas, maka tentu saja akan lahir Indonesia Beradab. Pembangunan Indonesia Beradab tentunya dimulai dari pembangunan jiwa-jiwa manusianya sehingga menjadi manusia beradab (a good man). Di antara proses yang dilewati adalah proses pensucian jiwa (tazkiyatunnafs) melalui kurikulum Ramadhan dengan agenda penghayatan atas amaliyah shiyam di siang hari dan qiyam di malam hari selama sebulan penuh.

Adab sendiri bukanlah sekedar sopan santun, budi pekerti, moralitas, atau karakter semata, meski hal-hal tersebut termasuk bagian dari buah pendidikan adab. Adab dimaknai sebagai disiplinnya akal, jiwa dan jasad sehingga bergerak mengejar amal shalih yang diridhai. Proses untuk mencapai standar keadaban ini melalui serangkaian olah fikir, olah rasa dan olah raga, dengan gizi berupa ilmu, dzikir, makanan halal dan sehat, dan latihan-latihan fisik yang komprehensif.

Imam al-Ghazzali (1058-1111 M) dalam Majmu’ah ar-Rasail dalam bab Adab fi ad-Din menjelaskan tentang adab-adab yang hendaknya dapat ditegakkan selama bulan Ramadhan. Beliau mengatakan:
آدَابُ الصِّيَامِ: طَيِّبُ اْلغِذاَءِ، وَتَرْكُ اْلمِرَاءِ، وَمُجَانَبَةُ اْلغِيْبَةِ، وَرَفْضُ اْلكَذِبِ، وَتَرْكُ اْلآذَى، وَصَوْنُ اْلجَوَارِحِ عَنِ اْلقَبَائِحِ
Adab berpuasa, yaitu mengonsumsi makanan yang baik, menghindari perselisihan, menjauhi ghibah (menggunjing orang lain), menolak dusta, tidak menyakiti orang lain, menjaga anggota badan dari segala perbuatan buruk.
Berdasarkan pernyataan beliau, terdapat 6 (enam) adab Ramadhan, yaitu:
- Mengonsumsi makanan yang baik
- Menghindari perselisihan
- Menjauhi ghibah
- Menolak dusta
- Tidak menyakiti orang lain
- Menjaga anggota badan dari segala perbuatan buruk
Jika dipadukan dengan pembiasaan kedisiplinan baik yang seharusnya ditegakkan sebagai bagian dari amal unggulan Muslim, maka dapat digambarkan dalam program berikut ini:

Di bulan Ramadhan, jiwa manusia jauh lebih mudah disentuh dengan kebaikan-kebaikan Islam, sehingga terbentuk ekosistem yang jauh lebih islami. Tentu saja, ini menjadi modal kuat dalam pendidikan adab untuk dapat dikembangkan sesuai tujuan-tujuan pengadaban.
Dilihat dari aspek kedisiplinan akal, ada banyak momentum selama Ramadhan yang dapat dioptimalkan. Pengetahuan akal akan keutamaan yang besar dari amalan-amalan tertentu akan mendorong akal menyampaikan informasi kepada jiwa untuk mengamalkannya. Di antara amalan yang memiliki keutamaan besar itu adalah:
- Mengejar keutamaan 10 malam terakhir untuk meraih keutamaan malam lailatul qadar;
- Memperbanyak amalan sunnah untuk meraih keutamaan seperti amalan wajib;
- Mengkhatamkan Al-Qur’an dengan tadabbur;
Selanjutnya, dalam rangka pengembangan aspek kedisiplinan jiwa, ada banyak momentum yang dapat dioptimalkan dalam rangka olah rasa. Basis dari olah rasa adalah penghayatan yang mendalam atas amal yang dilakukan. Di antaranya adalah:
- Banyak beristighfar di waktu sahur;
- Banyak berempati kepada orang-orang fakir dan miskin, dan mendorong untuk mengeluarkan zakat dan shadaqah;
- Menikmati do’a dan dzikir, khususnya menjelang berbuka;
- Menikmati (mentadabburi) bacaan imam saat qiyamullail
Sementara itu, dalam rangka pengembangan aspek kedisiplinan jasad, maka banyak hal yang dapat dioptimalkan, mengingat puasa itu sendiri juga bersandar pada amalan fisik. Di antaranya adalah:
- Sahur di akhir waktu, agar jasad lebih kuat dalam berpuasa;
- Menikmati menahan diri dari makan, minum dan jima’ di siang hari;
- Bersegera dalam berbuka, diawali dengan air putih dan kurma basah (rutthab) agar jasad selalu dalam kondisi prima;
- Qiyamullai dan Tahajjud di malam hari;
- Makan malam dengan porsi 1/3 makanan + 1/3 minuman + 1/3 udara setelah lambung terkondisikan
Oleh karenanya, jika seluruh kebiasaan baik di atas yang bersumber dari Al-Qur’an dan As-Sunnah dapat dilakukan dengan penuh kedisiplinan dan mengejar kesempurnaan, maka akan lahirlah peningkatan ketaqwaan sebagai pendorong peningkatan adab manusia. Semangat meraih prestasi, menikmati kedisiplinan menuju prestasi, serta bahagia menyempurnakan setiap tahapannya. Wallaahu a’lam.
? instagram.com/daarululuum1911
? daarul-uluum.sch.id