Oleh: Dr. Wido Supraha, M.Si.
Konsep mendahulukan penanaman iman dalam pengadaban terlihat dengan jelas dalam materi yang disampaikan oleh Luqmanul Hakim kepada anaknya. Pesan penting yang disampaikannya kepada anaknya mengandung pelajaran yang baik (mau’izhah hasanah-nya) bertemakan tauhid. Nama anaknya menurut as-Suhaili (1114-1185 M) adalah Tsaran. Perhatikan surat Al-Baqarah [2] ayat 13:
وَاِذْ قَالَ لُقْمٰنُ لِابْنِهٖ وَهُوَ يَعِظُهٗ يٰبُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللّٰهِ ۗاِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيْمٌ
Dan (ingatlah) ketika Lukman berkata kepada anaknya, ketika dia memberi pelajaran kepadanya, ”Wahai anakku! Janganlah engkau mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar.”
Pesan ini mengandung makna yang jelas dan juga diikuti dengan penjelasan yang sangat masuk akal, sehingga anaknya diharapkan segera mentaatinya, setelah memahami alasannya. Pesannya jelas yakni ‘Janganlah engkau mempersekutukan Allah’, dan alasannya juga dapat dipahami, yakni ‘sesungguhnya kesyirikan itu sungguh merupakan kezhaliman yang terbesar’. Hanya jiwa yang gelap sajalah yang tidak dapat melihat terangnya Allah Yang Satu. Hanya jiwa yang gelap sajalah yang merasa membutuhkan bantuan dan pertolongan selain Allah. Hanya jiwa yang gelap sajalah yang membawa manusia kepada kesesatan amal.
Menyadari betapa besarnya dosa kesyirikan bahkan dosa yang tidak diampuni Allah, jika pelakunya tidak sempat bertaubat, menjadikan pesan tauhid sebagai pesan dengan prioritas paling awal untuk ditanamkan ke dalam jiwa anak kita. Allah SWT berfirman dalam Surat An-Nisa [4] ayat 48:
إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَٰلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ ۚ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدِ افْتَرَىٰ إِثْمًا عَظِيمًا
Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya, dan barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.
Imam as-Sanusi (895 H), menukil Ibnu Dihaq (611 H), dalam karyanya Syarh ‘Aqidati Ahli at-Tauhid al-Kubra hlm. 91, bahwa yang disebut syirik adalah:
إضافة الفعل لغير الله سبحانه وتعالى
Menyandarkan perbuatan pada selain Allah Yang Maha Suci dan Maha Tinggi.
Dimensi kezhaliman selain zhalim kepada Allah SWT, juga bermakna zhalim kepada sesama manusia, dan juga zhalim kepada diri sendiri. Terulangnya kata zhalim yang begitu banyak hingga 289x di dalam Al-Qur’an, mengingatkan kepada kita bahwa manusia itu seringkali terjatuh dalam kezhaliman baik sadar maupun tidak sadar. Selain bermakna kemusyrikan, zhalim di dalam Al-Qur’an juga bisa bermakna pembunuhan, menganiaya, mengurangi, membahayakan, ketidakadilan, pengingkaran pada Al-Qur’an dan pencurian, namun begitu, kezhaliman kepada Allah menjadi pesan ayat ini, karena dia menjadi hal yang paling mendasar.
Luqman juga memulai nasihatnya dengan menggunakan panggilan ‘ya bunayya’. Panggilan ini berbentuk tasghir dari kata ibni untuk menggambarkan kasih sayang kepada anak, dan membangun (bana) adab anak. Lafazh ini terulang pada 6 tempat di dalam 4 surat Al-Qur’an yang menurut Wahbah az-Zuhaili (1932-2015 M) memiliki 4 kemungkinan makna:
- Panggilan yang menunjukkan pada kasih sayang, sebagaimana ayat 13-17 surat Luqman ini, bahwa menanamkan akidah hendaklah dengan penuh kasih sayang;
- Panggilan kepada anak yang sudah tumbuh besar seperti Nabi Isma’il a.s., ketika mendapatkan pesan akan disembelih oleh ayahnya dalam usia sekitar 13 tahun, sebagaimana ayat 102 dari surat Ash-Shaffat;
- Panggilan kepada anak yang berakhlak terpuji dan sangat dekat hubungannya dengan ayahnya, seperti panggilan Nabi Ya’qub kepada Nabi Yusuf a.s. dalam surat Yusuf [12] ayat 4-6 yang berbeda dengan panggilan kepada anak-anak lainnya dengan ya baniyya;
- Panggilan kepada anak yang berakhlak buruk dari seorang ayah yang tetap mencintai anaknya sebagaimana surat Hud [11] ayat 42.
Dengan demikian, pesan tauhid hendaknya disampaikan dengan penuh cinta dan kasih, sebagaimana Allah SWT pun memperkenalkan dirinya yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Pesan tauhid juga disampaikan dalam situasi lingkungan yang mendukung dan kondisi jiwa anak yang sudah siap menerima pelajaran iman dan adab.
Bersambung.