Oleh: Dr. Wido Supraha, M.Si.

Setelah menanamkan iman yang mendalam ke dalam jiwa anaknya, Luqman kemudian berbicara amal shalih yang utama yang mencirikan perilaku orang-orang beriman. Amal yang utama itu adalah berbakti kepada kedua orang tua (birr al-walidain). Perhatikan surat Al-Baqarah [2] ayat 14:

وَوَصَّيْنَا الْاِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِۚ حَمَلَتْهُ اُمُّهٗ وَهْنًا عَلٰى وَهْنٍ وَّفِصَالُهٗ فِيْ عَامَيْنِ اَنِ اشْكُرْ لِيْ وَلِوَالِدَيْكَۗ اِلَيَّ الْمَصِيْرُ

Dan Kami perintahkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam usia dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu. Hanya kepada Aku kembalimu. 

Posisi kedua orang tua adalah posisi yang mulia, karena ridha Allah SWT ada pada ridha kedua orang tua, sebagaimana pesan Nabi SAW dalam riwayat at-Tirmidzi no. 1899:

وَعَنْ عَبْدِ اَللَّهِ بْنِ عُمَرَ -رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا-, عَنْ اَلنَّبِيِّ – صلى الله عليه وسلم – قَالَ: – رِضَا اَللَّهِ فِي رِضَا اَلْوَالِدَيْنِ, وَسَخَطُ اَللَّهِ فِي سَخَطِ اَلْوَالِدَيْنِ – أَخْرَجَهُ اَلتِّرْمِذِيُّ, وَصَحَّحَهُ اِبْنُ حِبَّانَ وَالْحَاكِم

Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ashr radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Keridhaan Allah tergantung pada ridha orang tua dan murka Allah tergantung pada murka orang tua.”

Sungguh merugi seseorang yang tidak mengoptimalkan kebersamaannya dengan kedua orang tuanya atau salah satu dari kedua orang tuanya di muka bumi ini, meski terpisah pulau dan negara sekalipun, untuk memudahkannya masuk ke Jannah. Penyandingan iman kepada Allah dan berbakti kepada kedua orang tua terulang di banyak tempat dalam Al-Qur’an. Rasulullah SAW pernah berpesan sebagaimana riwayat Muslim no. 2551 dari Abu Hurairah r.a.:

رَغِمَ أَنْفُهُ ثُمَّ رَغِمَ أَنْفُهُ ثُمَّ رَغِمَ أَنْفُهُ ». قِيلَ مَنْ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ « مَنْ أَدْرَكَ وَالِدَيْهِ عِنْدَ الْكِبَرِ أَحَدَهُمَا أَوْ كِلَيْهِمَا ثُمَّ لَمْ يَدْخُلِ الْجَنَّةَ

Sungguh terhina, sungguh terhina, sungguh terhina.” Ada yang bertanya, “Siapa, wahai Rasulullah?” Beliau bersabda, ”Seseorang yang mendapati kedua orang tuanya yang masih hidup atau salah satu dari keduanya ketika mereka telah tua, namun justru ia tidak masuk Jannah.

Standar bagusnya keimanan seseorang dalam Islam adalah diukur dari kebagusan akhlaknya. Akhlak pertama yang harus dihadirkan seorang Muslim kepada makhluk adalah akhlaknya kepada kedua orang tuanya. Hal itu bisa dilakukan dengan menuruti perintah keduanya selama dalam bingkai ketaatan kepada Allah SWT, mendahulukan perintah kedua orang tua daripada amal ibadah sunnah, berjihad untuk berbakti kepada keduanya,dan tidak membuatnya menangis karena sakit hatinya. ‘Abdullah ibn ‘Umar r.a. Pernah berpesan sebagaimana dinukil seorang ulama Baghdad, Ibn al-Jauzi (1116-1201 M) dalam Birr al-Walidain, hlm. 8:

إِبْكَاءُ الوَالِدَيْنِ مِنَ العُقُوْقِ

Membuat orang tua menangis termasuk bentuk durhaka pada orang tua.

Luqman dalam posisinya sebagai seorang ayah, mengingatkan anaknya untuk kemudian berbuat baik kepada ibunya yang diikuti dengan alasan yang mudah dipahami dengan segera oleh anak-anaknya. Alasan yang dianggap mewakili sangatlah jelas, yakni: 1) Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang cukup menderita; 2) Ibunya menyusui anaknya hingga 2 (dua) tahun. Ini di luar yang tidak disebutkan, seperti telah berjihad saat berusaha melahirkannya, bahkan membesarkannya dengan pendidikan yang baik dan merawatnya hingga tumbuh sehat dan kuat.

Seorang ayah yang mendorong anak-anaknya untuk memuliakan ibu mereka, tentulah akan mendapatkan pemuliaan yang sama dari anak-anaknya. Hal ini karena anak-anaknya akna merasakan betapa sosok ayah adalah sosok pelindung dan pemimpin dengan narasi yang besar. Ayah tidak merasa jasa-jasanya harus diingat, tapi seorang ayah menciptakan satu ekosistem islami dalam sebuah institusi keluarga.

Prinsip menyusui anak hingga 2 (dua) tahun juga merupakan prinsip Islam yang begitu detail. Hikmahnya ternyata disepakati di dunia kesehatan untuk kekuatan perkembangan tubuh anak. Menyusui juga berbeda dengan menyuapi atau meminumkan, karena dalam proses menyusui ada proses membangun kasih sayang, cinta kasih, serta hubungan psikologis positif antara anak dengan ibunya. Oleh karenanya, seorang ayah hendaknya menguatkan modal dasar yang baik ini untuk semakin membiasakan hal-hal baik sebagai bentuk adab anak kepada kedua orang tuanya, seperti membiasakan mereka untuk mendo’akan kedua orang tuanya yang sudah dibiasakan sejak kecil. Sampaikanlah kepada anakmu: “Wahai anakku tercinta, setiap kali bakda Shalat Fardhu, setiap kali bersujud, setiap kali ada kesempatan yang baik, bacalah do’a untuk Ayah Bundamu.” 

Bimbingan Allah SWT dalam hal do’a kepada kedua orang tua ini terdapat pada beberapa ayatnya. 

Pertama, dalam surat Al-Isra’ [17] ayat 24:

وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُلْ رَّبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيٰنِيْ صَغِيْرًاۗ

Dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah, “Wahai Tuhanku! Sayangilah keduanya sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku pada waktu kecil.”

Kedua, dalam surat Nuh [71] ayat 28:

رَبِّ اغْفِرْ لِيْ وَلِوَالِدَيَّ وَلِمَنْ دَخَلَ بَيْتِيَ مُؤْمِنًا وَّلِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنٰتِۗ وَلَا تَزِدِ الظّٰلِمِيْنَ اِلَّا تَبَارًا ࣖ

Ya Tuhanku, ampunilah aku, ibu bapakku, dan siapa pun yang memasuki rumahku dengan beriman dan semua orang yang beriman laki-laki dan perempuan. Dan janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang yang zalim itu selain kehancuran.

Ketiga, dalam surat Ibrahim [14] ayat 41:

رَبَّنَا اغْفِرْ لِيْ وَلِوَالِدَيَّ وَلِلْمُؤْمِنِيْنَ يَوْمَ يَقُوْمُ الْحِسَابُ ࣖ

Ya Tuhan kami, ampunilah aku dan kedua ibu bapakku dan semua orang yang beriman pada hari diadakan perhitungan (hari Kiamat).

Seorang ayah juga mengingatkan anak-anaknya untuk selalu menta’ati kedua orang tuanya, selama orang tuanya berada dalam ketaatan. Namun, jika seorang anak diperintahkan untuk melakukan kemaksiatan, seperti syirik kepada Allah SWT, maka sudah pasti, seorang anak tidak boleh mentaatinya. Berarti, ketaatan itu ada batasannya, yakni selama berada pada batas-batas agama Allah.

Namun begitu, ketidaktaatan dalam perintah untuk berbuat kemaksiatan bukan berarti kemudian menghilangkan penghormatan, pemuliaan dan akhlak yang terbaik yang tetap harus ditegakkan oleh seorang anak kepada kedua orang tuanya. Perbuatan baik seorang anak kepada kedua orang tua, adalah karena posisinya sebagai orang tua kita, tanpa memandang apa agamanya. Allah SWT berfirman dalam surat Luqman [31] ayat 15:

وَاِنْ جَاهَدٰكَ عَلٰٓى اَنْ تُشْرِكَ بِيْ مَا لَيْسَ لَكَ بِهٖ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا وَصَاحِبْهُمَا فِى الدُّنْيَا مَعْرُوْفًا ۖوَّاتَّبِعْ سَبِيْلَ مَنْ اَنَابَ اِلَيَّۚ ثُمَّ اِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ فَاُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُوْنَ

Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang engkau tidak mempunyai ilmu tentang itu, maka janganlah engkau menaati keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku. Kemudian hanya kepada-Ku tempat kembalimu, maka akan Aku beritahukan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.

Dalam hal ini berlaku kaidah bahwa “sesungguhnya ketaatan itu hanyalah dalam perkara yang ma’ruf”:

إِنَّمَا الطَّاعَةُ فِي الْمَعْرُوفِ

Kaidah ini sejalan dengan pesan Rasulullah SAW dari ‘Ali ibn Abi Thalib r.a. sebagaimana riwayat al-Bukhari no. 7257:

لَا طَاعَةَ فِي مَعْصِيَةٍ إِنَّمَا الطَّاعَةُ فِي الْمَعْرُوفِ

Tidak ada ketaatan di dalam maksiat, taat itu hanya dalam perkara yang ma’ruf.

Insya Allah, bersama kelelahan seorang Ayah dalam menanamkan iman, ilmu dan pembiasaan amal shalih ke dalam diri anak-anaknya, Allah SWT akan mengganti seluruh kelelahan dan kesabaran itu dengan anak yang bersemangat untuk berbakti kepada kedua orang tuanya.

Bersambung.

instagram.com/daarululuum1911
daarul-uluum.sch.id