Oleh: Dr. Wido Supraha, M.Si.
Rubu’ ke-15 adalah Al-Qur’an Surat Al-Baqarah [2] ayat 233-242 pada halaman 37-39 dari Mushaf Utsmani. Sebagaimana ciri Surat Madaniyah, pada Rubu’ ini, Allah SWT memberikan bimbingan-Nya dalam bab Fiqh. Poin-poin penting dalam rubu’ ini adalah adalah pada bab menyusui anak, masa ‘iddah, pemberian (mut’ah) kepada istri yang diceraikan sebelum disentuh, pemuliaan pada waktu-waktu shalat dan menegakkan ilmu waris.
Berikut ini sebagian kecil pelajaran yang dapat kita ambil dari Rubu’ ke-15, sebagai berikut:
1. Q.S. Al-Baqarah [2] ayat 233
وَالْوَالِدَاتُ يُرْضِعْنَ أَوْلادَهُنَّ حَوْلَيْنِ كَامِلَيْنِ لِمَنْ أَرَادَ أَنْ يُتِمَّ الرَّضَاعَةَ وَعَلَى الْمَوْلُودِ لَهُ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ لَا تُكَلَّفُ نَفْسٌ إِلا وُسْعَهَا لَا تُضَارَّ وَالِدَةٌ بِوَلَدِهَا وَلا مَوْلُودٌ لَهُ بِوَلَدِهِ وَعَلَى الْوَارِثِ مِثْلُ ذَلِكَ فَإِنْ أَرَادَا فِصَالا عَنْ تَرَاضٍ مِنْهُمَا وَتَشَاوُرٍ فَلا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا وَإِنْ أَرَدْتُمْ أَنْ تَسْتَرْضِعُوا أَوْلادَكُمْ فَلا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ إِذَا سَلَّمْتُمْ مَا آتَيْتُمْ بِالْمَعْرُوفِ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang makruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya, dan seorang ayah karena anaknya, dan waris pun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kalian ingin anak kalian disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagi kalian apabila kalian memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kalian kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kalian kerjakan.
- Islam membimbing pemeluknya untuk menikah, memiliki anak dan menyusui anak selama 2 (dua) tahun secara sempurna.
Dalam hal ini, Islam bertentangan dengan konsep manusia yang tidak ingin menikah (hidup bebas dalam perzinahan) atau menikah tapi tidak ingin disibukkan dengan anak (child-free). Islam juga mengingatkan pemeluknya untuk melakukan segala sesuatu secara sempurna untuk mengejar yang utama (afdhal).; - Sedemikian pentingnya bab menyusui anak ini, sehingga bahkan dianjurkan untuk mencari ibu susuan agar hak anak untuk mendapatkan air susu yang sehat tetap terpenuhi.
Hal ini penting untuk tumbuh kembang anak sebagai bagian dari generasi Islam yang kuat di masa mendatang. Untuk tujuan ini, dianjurkan untuk memberikan upah atas jasa penyusuan tersebut.; - Musyawarah dan kerjasama antara Ayah dan Bunda dalam suksesnya ibadah menyusui anak ini mutlak dibutuhkan agar seorang Ibu tetap dapat tenang dalam menjalani tugas mulianya.;
- Penyusuan di atas umur 2 (dua) tahun atau penyusuan yang tidak sampai mengenyangkan, tidak sampai menjadikan seorang anak menjadi saudara sepersusuan dengan anak lainnya yang menyusu pada seorang wanita yang sama.
2. Q.S. Al-Baqarah [2] ayat 234
وَالَّذِينَ يُتَوَفَّوْنَ مِنْكُمْ وَيَذَرُونَ أَزْوَاجًا يَتَرَبَّصْنَ بِأَنْفُسِهِنَّ أَرْبَعَةَ أَشْهُرٍ وَعَشْرًا فَإِذَا بَلَغْنَ أَجَلَهُنَّ فَلا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيمَا فَعَلْنَ فِي أَنْفُسِهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
Orang-orang yang meninggal dunia di antara kalian dengan meninggalkan istri-istri (hendaklah para istri itu) menangguhkan dirinya (beridah) empat bulan sepuluh hari. Kemudian apabila telah habis idahnya, maka tiada dosa bagi kalian (para wali) membiarkan mereka berbuat terhadap diri mereka menurut yang patut. Allah mengetahui apa yang kalian perbuat.
- Seorang wanita yang ditinggal wafat suaminya, meskipun belum digauli, maka berlaku masa ‘iddah selama 4 bulan 10 hari.
Hal ini untuk memuliakan masa berkabung seorang istri, menjaga nasab, dan memuliakan wanita.; - Adapun masa ‘iddah bagi wanita hamil adalah sampai ia melahirkan anak yang dikandungnya.;
- Setelah selesai masa ‘iddah, seorang wanita yang telah bersatus janda, memiliki hak atas dirinya untuk membuat keputusan hidup yang terbaik baginya sesuai bimbingan Islam, termasuk menerima pinangan seorang laki-laki yang shalih.
3. Q.S. Al-Baqarah [2] ayat 235
وَلا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيمَا عَرَّضْتُمْ بِهِ مِنْ خِطْبَةِ النِّسَاءِ أَوْ أَكْنَنْتُمْ فِي أَنْفُسِكُمْ عَلِمَ اللَّهُ أَنَّكُمْ سَتَذْكُرُونَهُنَّ وَلَكِنْ لَا تُوَاعِدُوهُنَّ سِرًّا إِلا أَنْ تَقُولُوا قَوْلا مَعْرُوفًا وَلا تَعْزِمُوا عُقْدَةَ النِّكَاحِ حَتَّى يَبْلُغَ الْكِتَابُ أَجَلَهُ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا فِي أَنْفُسِكُمْ فَاحْذَرُوهُ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ غَفُورٌ حَلِيمٌ
Dan tidak ada dosa bagi kalian meminang wanita-wanita itu dengan sindiran atau kalian menyembunyikan (keinginan mengawini mereka) dalam hati kalian. Allah mengetahui bahwa kalian akan menyebut-nyebut mereka, dalam pada itu janganlah kalian mengadakan janji kawin dengan mereka secara rahasia, kecuali sekadar mengucapkan (kepada mereka) perkara yang makruf. Janganlah kalian ber-‘azam (bertetap hati) untuk berakad nikah, sebelum habis idahnya. Dan ketahuilah bahwasanya Allah mengetahui apa yang ada dalam hati kalian; maka takutlah kepada-Nya, dan ketahuilah bahwa Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun.
- Seorang laki-laki dibolehkan membuat ta’ridh (kalimat sindiran halus) untuk tujuan meminang seorang wanita yang sedang berada dalam masa ‘iddah.
- Yang dilarang bagi seorang laki-laki di masa ini adalah membuat ikatan-ikatan terkait pernikahan, sehingga pernikahan yang dilakukan di masa ‘iddah-nya seorang wanita menjadi tidak sah.
4. Q.S. Al-Baqarah [2] ayat 236
لَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ إِنْ طَلَّقْتُمُ النِّسَاءَ مَا لَمْ تَمَسُّوهُنَّ أَوْ تَفْرِضُوا لَهُنَّ فَرِيضَةً وَمَتِّعُوهُنَّ عَلَى الْمُوسِعِ قَدَرُهُ وَعَلَى الْمُقْتِرِ قَدَرُهُ مَتَاعًا بِالْمَعْرُوفِ حَقًّا عَلَى الْمُحْسِنِينَ
Tidak ada sesuatu pun (mahar) atas kalian, jika kalian menceraikan istri-istri kalian sebelum kalian bercampur dengan mereka dan sebelum kalian menentukan maharnya. Dan hendaklah kalian berikan suatu mut’ah (pemberian) kepada mereka. Orang yang mampu menurut kemampuannya dan orang yang miskin menurut kemampuannya (pula), yaitu pemberian menurut yang patut. Yang demikian itu merupakan ketentuan bagi orang-orang yang berbuat kebajikan.
- Perceraian boleh dinyatakan suami kepada istri yang baru dinikahinya, meski belum disentuhnya.
- Untuk tujuan menghibur jiwa istri yang diceraikan maka seorang suami diperintahkan untuk memberikan satu bentuk pemberian sesuai kemampuannya.
Di masa dahulu, pemberian bisa berbentuk budak, uang perak, pakaian dan pemberian lain yang bersifat memuliakan wanita
5. Q.S. Al-Baqarah [2] ayat 237
وَإِنْ طَلَّقْتُمُوهُنَّ مِنْ قَبْلِ أَنْ تَمَسُّوهُنَّ وَقَدْ فَرَضْتُمْ لَهُنَّ فَرِيضَةً فَنِصْفُ مَا فَرَضْتُمْ إِلا أَنْ يَعْفُونَ أَوْ يَعْفُوَ الَّذِي بِيَدِهِ عُقْدَةُ النِّكَاحِ وَأَنْ تَعْفُوا أَقْرَبُ لِلتَّقْوَى وَلا تَنْسَوُا الْفَضْلَ بَيْنَكُمْ إِنَّ اللَّهَ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
Jika kalian menceraikan istri-istri kalian sebelum kalian bercampur dengan mereka, padahal sesungguhnya kalian sudah menentukan maharnya, maka bayarlah seperdua dari mahar yang telah kalian tentukan itu, kecuali jika istri-istri kalian itu memaafkan atau dimaafkan oleh orang yang memegang ikatan nikah, dan pemaafan kalian itu lebih dekat kepada takwa. Dan janganlah kalian melupakan keutamaan di antara kalian. Sesungguhnya Allah Maha Melihat segala apa yang kalian kerjakan.
- Ayat ini mengkhususkan (takshish) hukum dari ayat 236 dengan memberikan ketetapan nilai dari pemberian (mut’ah) sebesar 1/2 dari nilai mahar yang sudah pernah disampaikan, jika seorang suami menceraikan istrinya sebelum menyentuhnya.
- Keharusan memberikan mut’ah ini bisa dihilangkan dengan pemaafan dari istrinya, atau pihak yang menjadi walinya. Dalam hal ini, anjuran memaafkan dalam bab mut’ah akan meningkatkan ketakwaan seseorang di hadapan Allah SWT.
6. Q.S. Al-Baqarah [2] ayat 238-239
حَافِظُوا عَلَى الصَّلَوَاتِ وَالصَّلاةِ الْوُسْطَى وَقُومُوا لِلَّهِ قَانِتِينَ (238) فَإِنْ خِفْتُمْ فَرِجَالا أَوْ رُكْبَانًا فَإِذَا أَمِنْتُمْ فَاذْكُرُوا اللَّهَ كَمَا عَلَّمَكُمْ مَا لَمْ تَكُونُوا تَعْلَمُونَ (239)
Peliharalah semua salat(mu) dan (peliharalah) salat wusta. Berdirilah untuk Allah (dalam salatmu) dengan khusyuk. Jika kalian dalam keadaan takut (bahaya), maka salatlah sambil berjalan atau berkendaraan. Kemudian apabila kalian telah aman, maka sebutlah Allah (salatlah), sebagaimana Allah telah mengajarkan kepada kalian apa yang belum kalian ketahui.
- Memelihara waktu shalat adalah kewajiban, sehingga di dalam kondisi berbahaya dan menakutkan pun shalat harus tetap dilaksanakan, tentunya dengan keringanan dan kemudahan (rukhshah) dalam pelaksanaannya.
- Lebih perhatikan waktu shalat wustha, shalat yang berada di antara 2 (dua) kondisi. Di antara penafsiran yang kuat adalah Shalat ‘Ashr, dengan tetap memahami penafsiran selainnya.
7. Q.S. Al-Baqarah [2] ayat 240-242
وَالَّذِينَ يُتَوَفَّوْنَ مِنْكُمْ وَيَذَرُونَ أَزْوَاجًا وَصِيَّةً لأزْوَاجِهِمْ مَتَاعًا إِلَى الْحَوْلِ غَيْرَ إِخْرَاجٍ فَإِنْ خَرَجْنَ فَلا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِي مَا فَعَلْنَ فِي أَنْفُسِهِنَّ مِنْ مَعْرُوفٍ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ (240) وَلِلْمُطَلَّقَاتِ مَتَاعٌ بِالْمَعْرُوفِ حَقًّا عَلَى الْمُتَّقِينَ (241) كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ (242)
Dan orang-orang yang akan meninggal dunia di antara kalian dan meninggalkan istri, hendaklah berwasiat untuk istri-istrinya, (yaitu) diberi nafkah hingga satu tahun lamanya dengan tidak disuruh pindah (dari rumahnya). Akan tetapi, jika mereka pindah (sendiri), maka tidak ada dosa bagi kalian (wali atau waris dari yang meninggal) membiarkan mereka berbuat yang makruf terhadap diri mereka. Dan Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana. Kepada wanita-wanita yang diceraikan (hendaklah diberikan oleh suaminya) mut’ah menurut yang makruf, sebagai suatu kewajiban bagi orang-orang yang takwa. Demikianlah Allah menerangkan kepada kalian ayat-ayat-Nya (hukum-hukum-Nya) supaya kalian memahaminya.
- Termasuk ayat yang telah terhapus (mansukh) hukumnya, baik oleh ayat 2:234 atau 4:12.
- Jika pernikahan adalah ibadah, maka ketika suami dan istri bersepakat untuk melakukan perceraian, maka hendaknya dilakukan sesuai bimbingan Islam sehingga melahirkan kebaikan pada para pihak paska perceraian.
Demikian sebagian kecil pelajaran dari Rubu’ ke-15 ini, semoga mampu kita pahami dan dijadikan panduan dalam amal shalih kita di kehidupan ini.
Daarul Uluum PUI Majalengka
? https://daarul-uluum.sch.id
? https://instagram.com/daaarululuum1911
? https://web.facebook.com/dupuimjl
? https://www.youtube.com/c/PerguruanDaarulUluumMajalengka
? https://wa.me/6287726541098